
_rudyspramz, MPI_
Apa beda konservatif dengan modernis, tradisional dengan modern ? manakah yang lebih baik mempertahankan nilai-nilai lama atau berubah sesuai perkembangan jaman ? Ada yang lebih bangga dengan konservatisme demikian pula sebaliknya sangat bangga dengan modernisme namun ada juga yang ambil jalan tengah meski tetap berat sebelah dengan istilah post tradisionalisme dan post modernisme
Kalau boleh kita simplifikasikan, NU mewakili tradisionalisme dengan rujukan utama berbagai kitab-klasik dalam berbagai ilmu agama serta kultur feodal, kultus, taqlid dan mistis. Sementara Muhammadiyah mewakili pemikiran modern dalam Islam soal agama simple merujuk pada ulama klasik tetapi juga kontemporer dan yang pasti merujuk kepada Al Qur'an dan As Sunnah As Shahihah Maqbullah dengan pendekatan Manhaj Tarjih. Kultur egaliter, rasional, kritisisme dan kokoh. Gontor terkenal dengan slogan _al-muahafadzah akal qadhimissholih wal akhhdzu bil jadidil ashlah_ yang artinya memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik, mungkin agak abstrak, bagi Muhammadiyah lugas batasan keilmuannya : Tarjih dan Tajdid
Konservatisme dalam bingkai modernisme bukanlah kemunduran , begitu pula sebaliknya modernisme dalam bingkai konservatisme bukanlah 'kemajon'. Ada titik tengah ada wasathiyah dan itu adalah Tajdid : murni dalam aqidah dan ibadah, luas dan luwes dalam muamalah
Dalam hati kita tidak ingin nilai2 lama yang baik itu hilang, tata krama,_unggah-ungguh,_ _boso kromo_ bicara pada yang lebih tua, peninggalan kitab2 klasik, bangunan, heritage dll itu hilang termasuk juga nama/identitas seperti nama Madrasah Diniyah Islamiyah, PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem), Rumah Miskin, Tabligh dst. Karena ada basis nilai sejarah dan ideologi/ruh sebuah gerakan.
Ketika kita rubah nama amal usaha itu menjadi Sekolah, PKU (Pembina Kesejahteraan Umum), Panti Asuhan terasa menghilangkan jejak sejarahnya, basis nilainya, ruh ideologisnya, militansi gerakannya sehingga kita mudah patah semangat, kehilangan orientasi mendasar, tidak ada bedanya dengan yang lain alias militansi mulai luntur bahkan pragmatis.
Jadi konservatisme itu perlu bahkan mendasar namun realita jaman juga harus kita sikapi secara terbuka apalagi Muhammadiyah yang mengklaim diri sebagai gerakan pembaruan, Islam Berkemajuan maka harus terbuka dan terdepan tanpa kehilangan pijakannya, _elan vital_ nya dan organisasi telah membekali warganya dengan sikap _wasathiyah_ dalam segala aspek kehidupan, bingkai tarjih dan tajdid, ibadah, intelektual dan praksis, bayani, burhani dan Irfani, inklusif dalam kendali. Tema besarnya "Tradisionalisme dalam Kendali Modernisme".
Kalau kita amati dan timbang-timbang dalam amaliyah rasanya butuh peneguhan penguatan, pencerahan dimana basis nilai sejarah harus terus dijaga paling tidak identitas itu harus asli tidak berubah untuk mengingatkan kita, ada jejak pendahulu, jangan kehilangan obor, maka identitas asli itu penting seperti nama Madrasah, PKO, Rumah Miskin namun tuntutan regulasi dan relasi hukum dengan pemerintah menjadi tantangan, okelah menjadi Sekolah, PKU, LKSA namun ruh penggerak harus murni dan itu harus disiram, dipupuk dengan peneguhan ideologi Baitul Arqam, namun kesadaran masih minimalis atau malah tidak tahu tidak penting tidak khawatir ? entah sampai kapan.
Wallahu a'lam
Comments
No comments yet. Be the first to comment!