Home > Article > Category > OPINI

NABI BERPIKIR KRITIS HADAPI HOAKS

NABI BERPIKIR KRITIS HADAPI HOAKS

Kita sering berpikir hoaks adalah “produk” baru dari era digital. Padahal, benih kebohongan dan informasi sesat telah ada sejak lama, bahkan tercatat dalam lembaran sejarah para nabi. Dari rayuan iblis yang menyesatkan Adam dan Hawa, hingga fitnah keji yang mengguncang rumah tangga Rasulullah SAW, pelajaran tentang bahaya informasi tak terverifikasi sudah terukir jelas.

Kini, di tengah gelombang informasi yang tak terbendung, kemampuan memilah dan menganalisis kebenaran menjadi sangat krusial; sebuah keharusan absolut. Tanpa kemampuan ini, kita sangat rentan terjerumus dalam lubang kebohongan, fitnah, dan penyesalan yang mendalam.

Hoaks Itu Bukan Barang Baru: Pelajaran dari Sejarah Islam

Mari kita intip beberapa kisah dari sejarah Islam yang gamblang menunjukkan betapa berbahayanya menerima informasi tanpa verifikasi. Kisah-kisah ini bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan pelajaran berharga yang relevan hingga hari ini.

Rayuan Iblis dan Buah Khuldi: Hoaks Pertama Umat Manusia.
Kisah Nabi Adam dan Hawa di surga adalah cerminan betapa liciknya hoaks bekerja. Allah SWT melarang mereka mendekati pohon Khuldi. Namun, Iblis datang dengan bujuk rayu, meyakinkan bahwa jika memakannya, mereka akan menjadi malaikat atau kekal di surga.
Adam dan Hawa, yang saat itu belum memiliki pengalaman dengan tipu daya Iblis, menerima informasi tersebut tanpa verifikasi. Akibatnya fatal: mereka terusir dari surga, merasakan penyesalan, dan harus menjalani hidup di bumi.
Pelajaran pentingnya, jangan mudah percaya informasi yang terlalu indah untuk jadi kenyataan, apalagi dari sumber yang meragukan.

Air Mata Nabi Ya’qub: Bukti Palsu Baju Berlumuran Darah.
Saudara-saudara Nabi Yusuf, karena dengki, membawa baju Yusuf yang dilumuri darah palsu dan mengabarkan bahwa ia dimakan serigala. Nabi Ya’qub, sang ayah, sangat berduka dan curiga, namun saat itu ia tak punya cara untuk langsung memverifikasi. Dampaknya, Nabi Ya’qub tenggelam dalam kesedihan bertahun-tahun hingga kehilangan penglihatannya.
Kisah ini mengajarkan bahwa bahkan dengan “bukti” sekalipun, kita harus tetap berhati-hati dan mencari kebenaran yang lebih dalam.

Fitnah Zulaikha: Aib yang Memenjarakan.
Nabi Yusuf kembali menjadi korban fitnah ketika Zulaikha menuduhnya hendak berbuat tidak senonoh. Kebenaran akhirnya terungkap melalui bukti fisik: robeknya baju Yusuf di bagian belakang menunjukkan Zulaikha yang menariknya, bukan Yusuf yang mengejar. Namun, sebelum kebenaran terungkap, Yusuf terlanjur difitnah dan dipenjara selama beberapa waktu.
Ini menunjukkan bahwa fitnah, meski pada akhirnya terbukti salah, dapat menyebabkan kerugian dan penderitaan signifikan.

Haditsul Ifki: Luka Mendalam bagi Keluarga Nabi.
Salah satu peristiwa paling menyedihkan adalah fitnah besar terhadap Sayyidah Aisyah RA, istri Rasulullah SAW. Orang-orang munafik, yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, menyebarkan kabar bohong bahwa Aisyah telah berbuat serong. Fitnah ini menyebar luas di Madinah, menimbulkan kegelisahan, dan membuat Aisyah mengalami penderitaan psikologis luar biasa. Kebenaran baru terungkap sebulan kemudian setelah Allah SWT menurunkan ayat Al-Qur’an yang membersihkan nama Aisyah.
Peristiwa ini adalah pengingat keras akan kekuatan destruktif informasi yang tidak diverifikasi, terutama yang disebarkan dengan niat jahat. Ia dapat merusak reputasi, menghancurkan hubungan, dan menciptakan penderitaan yang tak terhingga.

Hoaks di Era Modern: Lebih Cepat, Lebih Masif, Lebih Merusak


Di zaman kita, dengan kemajuan teknologi informasi, penyebaran hoaks dan informasi palsu menjadi lebih cepat dan masif. Dampaknya pun bisa sangat luas dan merusak.

Hoaks Kesehatan: Selama pandemi COVID-19, banyak hoaks tentang pengobatan alternatif yang tidak ilmiah, teori konspirasi tentang vaksin, atau klaim palsu tentang asal-usul virus. Hoaks ini menyebabkan kebingungan di masyarakat dan bahkan membahayakan nyawa.

Hoaks Politik: Hoaks sering digunakan untuk memengaruhi opini publik selama pemilihan umum. Informasi palsu dapat memecah belah masyarakat, memicu konflik, dan mengancam demokrasi.

Hoaks Pemicu Kekerasan: Banyak kasus di mana hoaks, terutama yang berbau SARA, memicu amarah massa dan berakhir dengan kekerasan atau kerusuhan.

Melawan Hoaks dengan Kecerdasan Literasi: Panduan Praktis

Lantas, bagaimana kita menyikapi informasi agar terhindar dari hoaks dan fitnah? Inilah beberapa langkah praktis yang bisa kita terapkan:

Pertama, tabayyun (verifikasi). Ini adalah prinsip utama dalam Islam dalam menerima informasi. Setiap kali menerima informasi, jangan langsung percaya dan sebarkan. Lakukan tabayyun, yaitu mencari kejelasan dan kebenaran informasi tersebut. Allah SWT secara eksplisit memerintahkan kita untuk melakukan verifikasi, terutama jika berita datang dari sumber yang diragukan atau “orang fasik”. Ini bukan hanya tentang menghindari dosa, tetapi juga tentang mencegah dampak buruk yang bisa ditimbulkan oleh informasi palsu.

Kedua, periksa sumber Informasi. Siapa yang menyampaikan? Apakah sumbernya terpercaya dan memiliki kredibilitas? Hindari informasi dari akun anonim atau akun yang sering menyebarkan berita sensasional tanpa dasar. Prioritaskan informasi dari media berita yang memiliki reputasi baik, menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, dan memiliki mekanisme koreksi.

Ketiga, periksa isi informasi. Apakah informasinya masuk akal? Hoaks seringkali mengandung klaim yang sensasional, emosional, atau terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Cari bukti pendukung, data, statistik, atau referensi yang mendukung klaim tersebut. Perhatikan kapan informasi itu dibuat dan apakah masih relevan dengan kondisi saat ini.

Keempat, bandingkan dengan sumber lain. Jangan hanya bergantung pada satu sumber. Cari beberapa sumber berita lain yang kredibel untuk membandingkan informasi yang sama. Jika hanya satu sumber yang melaporkan sesuatu yang luar biasa, kemungkinan besar itu adalah hoaks.

Kelima, manfaatkan situs verifikasi Fakta. Di banyak negara, termasuk Indonesia, sudah ada organisasi atau lembaga yang berfokus pada verifikasi fakta, seperti turnbackhoax.id, cekfakta.com, atau mafindo.org. Manfaatkan situs-situs ini untuk memeriksa kebenaran suatu informasi yang Anda ragukan.

Keenam, berpikir kritis sebelum berbagi. Sebelum Anda menekan tombol “share” atau “forward”, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah informasi ini benar? Apakah saya sudah memverifikasinya? Apa dampaknya jika saya menyebarkan informasi ini?”.

Ingatlah bahwa setiap informasi yang kita sebarkan akan memiliki konsekuensi. Rasulullah SAW bersabda: “Cukuplah seseorang berdusta jika ia menceritakan setiap yang ia dengar.” Hadis ini mengingatkan kita akan bahaya menyebarkan informasi tanpa filter.

Membangun Benteng Diri: Tips Meningkatkan Kecerdasan Literasi

Membangun kecerdasan literasi adalah sebuah proses berkelanjutan. Berikut adalah beberapa tips yang bisa Anda terapkan untuk meningkatkan kemampuan Anda dalam memverifikasi data dan informasi:

Tumbuhkan Rasa Ingin Tahu yang Sehat: Jangan mudah puas dengan satu informasi. Selalu bertanya, “Benarkah ini?” atau “Bagaimana saya bisa memeriksa kebenarannya?”.

Perluas Wawasan dan Pengetahuan: Semakin banyak Anda tahu tentang berbagai topik, semakin mudah Anda mengenali informasi yang tidak akurat atau menyesatkan.

Latih Kemampuan Berpikir Kritis: Analisis informasi secara mendalam. Identifikasi argumen utamanya, cari tahu bias yang mungkin ada, dan nilai bukti yang disajikan.

Bijak dalam Menggunakan Media Sosial: Media sosial adalah ladang subur bagi hoaks. Batasi waktu Anda di platform yang sering menyebarkan informasi tidak terverifikasi. Ikuti akun-akun berita yang terpercaya dan pakar di bidangnya.

Jangan Ragu Bertanya dan Berkonsultasi: Jika Anda ragu tentang suatu informasi, jangan sungkan untuk bertanya kepada orang yang lebih tahu, seperti ustadz, guru, dosen, atau ahli di bidang terkait.

Berkah Literasi, Amanah bagi Umat

Kita telah melihat bagaimana hoaks, dari zaman Nabi Adam hingga era digital, selalu membawa kerugian dan penderitaan. Namun, kita juga dibekali petunjuk dan akal untuk membentengi diri. Kecerdasan literasi, kemampuan untuk memilah dan memverifikasi informasi, adalah kunci untuk menciptakan lingkungan informasi yang sehat dan jauh dari fitnah.

Mari bersama-sama menjadi pribadi yang cerdas dalam bermedia, tidak mudah percaya, selalu melakukan verifikasi, dan hanya menyebarkan informasi yang sudah terbukti kebenarannya. Dengan demikian, kita turut berkontribusi dalam menciptakan lingkungan informasi yang sehat dan jauh dari fitnah serta kebohongan.

Ingatlah pesan bijak dari seorang ilmuwan dan filsuf muslim terkemuka, Ibnu Khaldun: “Kebenaran sebuah berita harus diuji dengan akal dan kesesuaiannya dengan realitas.”

Ini adalah panggilan untuk kita semua untuk menjadi mercusuar kebenaran di tengah lautan informasi.

Penulis : Hadi Santoso 
Ketua MPI Kota Semarang
Editor: Agung S Bakti
 

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Reply