Home > Article > Category > OPINI

KEBANGKITAN SAUDAGAR MUHAMMADIYAH

KEBANGKITAN SAUDAGAR MUHAMMADIYAH

rudyspramz, MPI

Rakyat Indonesia 86% muslim, mayoritas dari segi jumlah,  namun minoritas dari sisi sumber daya manusia, sumber daya ekonomi dan politik. Umat Islam Indonesia lebih banyak sebagai konsumen daripada produsen, obyek daripada subyek, memang banyak orang Islam yang berprestasi, terpelajar, pejabat, politisi dan pengusaha sukses namun dibandingkan dengan jumlah total umat islam yang ada seperti buih di lautan, karena masih dalam kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan kejumudan.

Islam memerintahkan menjadi muslim yang kuat, seperti disebuntukan dalam QS. An Nisa ayat 9 yang artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

Termasuk dalam pembangunan ekonomi karena akan menopang kebahagiaan di dunia dan di akhirat seperti disebuntukan dalam QS. Al Qashash ayat 77 yang artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, Kebahagiaan negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu (kenikmatan) di dunia dan berbuat baiklah kepada orang-orang lain sebagaimana Allah telah  berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Dengan demikian  perdagangan atau bisnis dalam Islam tidak hanya berorientasi duniawi tapi juga akhirati, tidak hanya menguntungkan tapi juga menyelamatkan kehidupan di akhirat kelak. Bisnis yang dimaksud adalah bisnis berbasis iman dan jihad dengan harta dan jiwa, seperti disebuntukan dalam QS As Shaft ayat 10-12 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku tunjukkan perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih ? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui, noscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu kedalam surga yang mengalir dibawahnya  dan ke tempat-temoat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah kemenangan yang agung.”

Nabi Muhammad SAW, uswah hasanah kita, beliau seorang pedagang bersama istrinya yang bernama Khadijah, beliau mengembangkan perdagangan dengan kerja keras, amanah dan kejujuran sehingga usaha perdagangannya mengalami kemajuan dari waktu ke waktu, yang kemudian menjadi salah satu penopang perjuangan Islam.
Muhammadiyah melalui Muktamar ke 47 tahun 2015 di Makasar, telah mencanangkan gerakan di bidang ekonomi sebagai pilar ketiga gerakan dakwah Muhammadiyah setelah pendidikan dan kesehatan. Gerakan

Dakwah dibidang ekonomi ini memiliki 3 (tiga) sasaran utama: Pertama, memajukan ekonomi persyarikatan yaitu menjadikan Muhammadiyah sebagai kekuatan ekonomi baru di Indonesia melalui pengembangan dan pendirian amal usaha yang berorientasi bisnis.

Kedua, memajukan ekonomi warga persyarikatan yaitu mendorong, membimbing dan memberdayakan ekonomi warga Muhammadiyah sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi saudagar-saudagar besar di Indonesia. Ketiga, memajukan ekonomi umat dan bangsa melalui sinergitas dengan semua kelompok umat dan bangsa dalam upaya membangun kesejahteraan dan kemandirian ekonomi umat dan bangsa.

Dalam catatan sejarah, KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah selain sebagai Khatib Masjid Agung Yogyakarta dan seorang mubaligh, beliau juga seorang saudagar, berdagang batik sambil berdakwah menyebarkan Muhammadiyah ke kota-kota di pulau Jawa. Pada masa awal gerakan Muhammadiyah anggotanya banyak didominasi oleh para saudagar, mereka selain menjadi pedagang juga mubaligh yang menyebarkan Muhammadiyah ke daerah-daerah.

Di Wonosobo sendiri basis Muhammadiyah terletak di kampung Sudagaran berasal dari kata Saudagar, dan di lokasi tersebut ada Gedung Dakwah Muhammadiyah, Masjid, Amal Usaha Ekonomi (Surya Mart), lembaga pendidikan dan saudagar-saudagar Muhammadiyah.
Dalam perkembangannya jumlah Saudagar Muhammadiyah semakin menyusut karena berbagai faktor internal dan eksternal.

Dalam Majalah Suara Muhammadiyah Nomor : 01 Tahun ke 101 memuat tulisan bahwa beberapa dekade terakhir ini dunia usaha terasa semakin jauh dari Muhammadiyah bahkan dari dunia umat Islam pada umumnya, akibatnya umat Islam semakin terpinggirkan dan tidak berdaya dalam seluruh persaingan di dunia usaha. Pada tahun 1940-1950 banyak dijumpai saudagar-saudagar Muhammadiyah di Pasar Beringharjo, Kotagede, Karangkajen, Muntilan, dll, namun sekarang nyaris musnah, telah berganti pemain. Tanah Abang Jakarta yang dulu  merupakan pasar yang dikuasai orang Islam, kini nyaris semua lapaknya telah dikuasai orang-orang berkulit pucat dan bermata sipit, menjadi Tanah A-Cong, demikianlah gurauannya.

Ada beberapa teori yang masih perlu dikaji lagi kebenarannya tentang ‘keberjarakan’ umat Islam (Muhammadiyah)  dengan dunia wirausaha.  Salah satunya karena profesi saudagar itu dianggap sebagai profesi tercela, dicitrakan sebagai orang yang pelit, raja tega dan suka meribakan uang. Perusakan citra saudagar itu sebenarnya bisa ditelusuri sejarahnya, bukan tidak mungkin perusakan citra saudagar seperti itu didesain oleh penjajah Eropa yang ingin menyingkirkan umat Islam dari Pasar. Dalam banyak kasus, Belanda memang lebih memilih bermitra dengan dengan Tionghoa dan India yang mudah diajak kongkalikong daripada dengan saudagar muslim. Momentum menyingkirkan umat Islam dari dunia persaudagaran itu nyaris tuntas ketika masa orde baru ketika umat Islam semakin banyak menjadi umat terdidik (sekolah formal) justru berlomba-lomba menjadi pegawai negeri yang mengabdi kepada negara. Sekarang kita lihat banyak Pimpinan Muhammadiyah di Wilayah, Daerah dan Cabang didominasi oleh Pegawai Negeri yang sedikit banyak mempengaruhi gerak Persyarikatan.
Kesadaran dan keprihatinan pada semakin jauhnya umat Islam dari dunia usaha sesungguhnya sudah lama dirasakan.

Pada tahun 2005, Prof. H. Dien Syamsuddin yang ketika itu baru dikukuhkan menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah sudah menyatakan kalau trend ‘Runtuhnya Kedai Kami’ harus diatasi.
Cita-cita untuk membangkitkan kembali jiwa wirausaha dalam Muhammadiyah tidaklah dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mustahil. Muhammadiyah pernah kuat dengan dukungan para saudagar. namun mengembalikan hal itu tentu bukan sesuatu yang ringan.

Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) adalah sebuah ikhtiar untuk melakukan konsolidasi dan potensi, menyatukan visi dan misi kader-kader Muhammadiyah yang bergerak di berbagai bidang usaha namun masih bertebaran dan berserakan dimana-mana. Kuatnya jaringan, pasar umat Islam yang mayoritas, banyaknya peluang usaha merupakan poin besar yang menambah kuatnya harapan warga Persyarikatan terhadap Saudagar-saudagar Muhammadiyah.
Misi besar Kebangkitan Jaringan Saudagar Muhammadiyah  (JSM) adalah dalam rangka mendukung perjuangan dakwah Muhammadiyah, mewujudkan amal usaha ekonomi, mencetak para pengusaha muslim yang unggul dan saling bersinergi untuk  membangkitkan kekuatan ekonomi umat dan bangsa, sekaligus mengangkat harkat dan martabat umat Islam.

Wallahu a'lam

Comments

Semoga banyak lahir kembali kembali saudagar-saudagar Muhammadiyah. dari literasi semacam ini insyaAllah memberikan pencerahan dan spirit para warga persyarikatan untuk menyadari jalan perniagaan ini juga penting diperhatikan, sebagai upaya memperkuat ekonomi umat Karena mayoritas sudah nyaman dengan jaminan/gaji/pensiunan, kemudian takut berspekulasi dengan pasar, paket lengkap hehe Namun jika spiritnya di kaitkan dengan perjuangan atau jihad, mungkin lain ceritanya Terimakasih Bapak, kami memang butuh diberi tahu

Leave a Reply