Home > Article > Category > OPINI

KEARIFAN LOKAL WARGA MUHAMMADIYAH DI DESA

KEARIFAN LOKAL WARGA MUHAMMADIYAH DI DESA

_rudyspramz, MPI_

Muhammadiyah di Desa tetap tidak lepas dari kultur masyarakat agraris tradisional, meskipun mengusung gerakan pemurnian, rasionalitas dan melembagakan amal shalih, secara kultural mereka tidak lepas dari kearifan lokal (wisdom). Setelah pengajian kumpul bareng makan bersama lintas organisasi menjadi seperti sebuah perayaan keagamaan yang meriah seperti di Ranting Sribit.

Dalam kultur masyarakat agraris  terutama di pedesaan posisi kyai, ulama atau tokoh agama penting, dulu semua persoalan bisa ditanyakan kepada kyai yang dianggap tahu segalanya karena kedekatan dengan Allah bahkan di pesantren kyai itu sumber barokah dalam takaran yang berbeda setiap pesantren. Ketaatan bukan semata adab tapi menyatu dengan faham taqlid dan kultus. Oleh karena itu para kyai kharismatik baik karena ilmu atau popularitas sering diundang dalam momen2 hari besar Islam, khaul dengan biaya yang besar diluar kemampuan mereka sendiri namun selalu ada cara sehingga biaya yang besar itu tidak masalah, gotong royong ikhlas, ada barokah, ada air doa/tiupan kyai, bisa kumpul sedulur luar kampung/desa silaturahmi dan terasa Hari Raya.

Dalam konteks inilah kita bisa memahami ketika Ranting Deles sebuah ranting jauh di pegunungan tidak lepas dari kultur kearifan lokal mengundang 'kyai besar' namun dalam konteks warga Muhammadiyah adalah sesepuh atau pimpinan organisasi tertinggi maka diundanglah Prof Dr. Dien Syamsuddin, MA. dan tidak ada tabuhan rebana, sholawatan lebih kepada Pengajian Akbar, doa dan mungkin penggalangan dana untuk dakwah dan amal usaha.

Begitulah Muhammadiyah di Desa meski mengusung puritanisme dan modernisme Islam tetapi tidak tercerabut dari akar kearifan lokal yang tetap harus lestari dan  tetap dalam bingkai gerakan Tajdid.

Apakah ini Munu bisa iya bisa tidak 🙏

Wallahu a'lam

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Reply