
rudyspramz, MPI
Hampir tidak percaya kalau acara Pengajian Akbar Menyambut 1 Muharam 1447 H di Desa Deles ini di inisiasi Muhammadiyah, atmosfernya nahdliyin _banget_ berada di pelosok desa terpencil di gunung, di tengah pepohonan yang masih asri, pemandangan alam yang indah dan jalanan yang rusak, berbondong2 mereka ngaji, ada yang pakai mobil, angkot, motor dan jalan kaki, kuplukan kabeh, ada yang sarungan, batikan semua, kudungan yang perempuan, wajah lugu, ramah asli jawa, menyalami dan membagi takir model baru kepada siapapun yang hadir. Ini orang Muhammadiyah atau NU tidak jelas. Kultur agraris tradisional menyatukan dan mengutamakan kerukunan mereka tidak peduli siapa yang menyelenggarakan. Di desanya ada acara besar mereka ingin ikut mangayubagyo.
Saatnya acara berlangsung tertib, sebagian makan nasi takir sambil mengikuti pengajian yang tidak kebagian tempat, lesehan, yang perempuan sambil payungan karena panas kebetulan tidak muat dalam tenda sebagian lagi tersebar di teras rumah, dibawah pohon, di tempat yang lebih tinggi duduk sambil udud, sementara itu panitia sibuk bagi-bagi takir ramah menyambut tamu khas orang desa sebagian lagi sibuk ngatur parkir sementara itu Kokam dan Banser sama2 gondrong kompak ngawal Al Mukarom Kyai Haji Din Syamsudin.
Saatnya sang Kiai ceramah semua khusuk mendengarkan, ada yang khawatir jangan2 nanti Prof Din bahasanya sulit, namun semua dugaan itu musnah seketika, Kyai Din _ngendikan_ enak diikuti, akrab, cair sering bikin ketawa, biasa ibu2 yang selalu spontan tertawa, tak ada bahasa yang sulit, semua enak didengar, mudah di pahami dan komunikatif sempat minta _diwarai_ sholawatan juga, mungkin karena beliau pernah menjadi NU. hehe..
Klop ! Sang Kiai menyatu dengan kultur menciptakan atmosfer khas pedesaan khas nahdliyin apalagi tanpa mars sang Surya, sedikit yang pakai identitas, dipanggung tak ada logo Muhammadiyah selain Deles Guyub, semua berbaur menjadi jamaah umat Islam.
Orang bilang Muhammadiyah itu 'gejala kota' bersih rapi terpelajar, intelektual, gelar tinggi2, kelas elit, bicaranya ilmiah, progresif, rasional dan tidak jumud, kalau nulis narasinya sulit dipahami kalau rapat di kampus, pertemuan di gedung bahkan hotel, sehari-hari berada di lingkungan Perguruan Tinggi akrab dengan keilmuan modern lengkap dengan Masjid yang megah berarsitektur modern.
Kyai Din bisa berada di dua tempat dan ruang yang berbeda, di kampus beliau bicara tentang tajdid, di masyarakat beliau bicara tentang tradisi. Harmoni Tajdid dan Tradisi syarat penting ukhuwah Islamiyah. Tak ada sholawatan dan tahlilan namun ada pembagian takir dan persaudaraan bagian dari tradisi.
Kyai Din figur yang sejak awal konsisten pembelaannya terhadap umat Islam. Dalam Pengajian Akbar disampaikan tadabbur QS. At Taubah ayat 20 yang mengajarkan 3 point agar Umat maju yaitu : Beriman, Berhijrah dan Berjihad sebagai syarat mendapatkan derajat yang tinggi menjadi kaum yang beruntung yaitu umat yang tidak hanya besar dari segi kuantitas tapi juga kualitas menuju Izzul Islam wal Muslimin.
Wallahu a'lam
Comments
No comments yet. Be the first to comment!