
rudyspramz, MPI
Berkemajuan dalam Muhammadiyah menjadi ikon gerakan, semua bidang dakwah memakai narasi Berkemajuan termasuk Politik.
Politik Berkemajuan dalam perspektif kader IMM adalah Jalan Tengah antara Idealisme dengan Realitas Politik menjadi tema dalam Opening Ceremony Akademi Politik IMM 2025. Sebuah gagasan washatiyah khas Muhammadiyah yang ingin memberikan keadilan dan kebaikan bagi semuanya
Politik Berkemajuan artinya Menjaga Kompas di Tengah Gelombang
Dalam perjalanan panjang bangsa ini, kita menyaksikan betapa idealisme dan realitas politik seringkali bersitegang. Di satu sisi, ada cita-cita luhur yang ingin diperjuangkan: keadilan, kejujuran, kemaslahatan umat, dan nilai-nilai moral yang bersumber dari ajaran Islam. Di sisi lain, realitas politik tak selalu seindah itu. Ia bisa keras, penuh kompromi, bahkan terkadang berlumur kepentingan sesaat dan praktik yang menyimpang dari etika publik.
Di tengah pusaran itulah, Muhammadiyah hadir sebagai gerakan dakwah yang terus mendayung. Berpegang teguh pada prinsip amar ma'ruf nahi munkar, Muhammadiyah tak hanya mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, tetapi juga bertanggung jawab terhadap pembangunan peradaban, baik dalam bentuk pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga pelayanan sosial yang selama ini digarapnya jangan sampai idealisme politik atas nama dakwah berakibat menurunnya kualitas dan kuantitas amal usaha Muhammadiyah.
Kita sadar bahwa mengelola puluhan ribu amal usaha tidak mungkin steril dari sentuhan kebijakan, regulasi, dan dinamika kekuasaan. Maka, keterlibatan kader Muhammadiyah dalam politik bukan semata ambisi kekuasaan, melainkan sebagai ikhtiar menjaga, melindungi, bahkan memperkuat kontribusi Muhammadiyah bagi umat dan bangsa tanpa melupakan pesan dakwah amar ma'ruf nahi Munkar ketika politik mulai menyimpang. Disinilah urgensi Jalan Tengah antara dakwah dengan politik artinya Politik Muhammadiyah adalah ladang amal asal tetap berpijak pada nilai, etika, dan prinsip dakwah.
Tetapi di sini pula letak tantangannya. Saat seorang kader Muhammadiyah masuk ke dalam sistem kekuasaan, ia dituntut untuk tetap jernih, tetap kritis, tetap memegang teguh nilai. Tidak boleh menjadi pembela kekuasaan yang zalim. Tidak boleh kehilangan arah karena gemerlap jabatan. Ia harus menjadi lilin di tengah gelapnya lorong birokrasi dan politik, memberi terang bagi rakyat, bukan sekadar membakar diri untuk kekuasaan.
Politik berkemajuan bukanlah politik transaksional, tetapi politik yang mengedepankan nilai. Ia bukan politik kompromi atas prinsip, tapi seni merawat idealisme di tengah realitas yang kadang rumit. Di sinilah kita perlu jalan tengah : bukan jalan abu-abu, tetapi jalan hikmah yang memahami kapan harus tegas, kapan harus lentur, kapan harus mengkritik, dan kapan harus menggandeng.
Narasi kritik dari Muhammadiyah tidak perlu bising, tidak harus kasar. Cukup tajam dalam substansi, lembut dalam penyampaian, dan penuh kasih sayang terhadap negeri ini. Sebab tugas kita bukan hanya menegur penguasa yang lupa, tetapi juga memastikan kapal bangsa ini tetap di jalur agar selamat sampai tujuan.
Kader dan Muhammadiyah adalah gerbong panjang dalam sejarah bangsa. Ia tidak boleh keluar dari rel. Ia harus disiplin arah, teguh tujuan, dan tak henti-hentinya memberi manfaat bagi semua. Di tengah hiruk-pikuk dan godaan kekuasaan, sirine kebenaran harus tetap dibunyikan agar semua pihak waspada, agar bangsa ini tidak tergelincir.
Akhirnya, kader-kader politik Muhammadiyah di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif harus menjadi contoh politik berkemajuan: menjembatani antara nilai dan realitas, antara idealisme dan praktik, antara suara langit dan jerit rakyat.
Karena pada akhirnya, politik bukan sekadar jalan kekuasaan, tapi jalan pengabdian. Dan pengabdian yang paling mulia adalah ketika kita tetap menjaga prinsip, di saat banyak orang memilih melupakannya.
Catatan : artikel ini bukanlah materi Akademi Politik IMM 2025
Wallahu a'lam
Comments
No comments yet. Be the first to comment!